Di zaman serba digital seperti sekarang, media sosial sudah jadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan kita sehari-hari. Dari bangun tidur sampai mau tidur lagi, jari-jemari rasanya gatal untuk scroll linimasa, melihat apa yang sedang dilakukan teman, keluarga, bahkan orang yang tidak dikenal sekalipun. Sayangnya, di balik semua kemudahan dan konektivitas yang ditawarkan, media sosial juga menyimpan jebakan yang seringkali tidak kita sadari: perangkap perbandingan.
Melihat kesuksesan orang lain, gaya hidup mewah, liburan impian, atau pencapaian fantastis yang dipamerkan di media sosial, seringkali membuat hati kita jadi resah. Muncul perasaan kurang, tidak cukup, iri, bahkan sampai merasa rendah diri. Kita jadi sibuk membandingkan pencapaian diri dengan orang lain, padahal setiap orang punya jalan dan takdirnya masing-masing. Pertanyaaya, bagaimana caranya kita bisa menemukan kedamaian hati dan kebahagiaan sejati di tengah badai perbandingan ini? Jawabaya ada pada dua kunci penting yang diajarkan dalam Islam: syukur dan fokus pada diri sendiri.
Jebakan Perbandingan di Media Sosial: Mengapa Kita Sering Terjebak?
Media sosial dirancang sedemikian rupa untuk membuat kita terus ingin tahu dan terlibat. Algoritma canggih menampilkan konten yang paling menarik, seringkali yang paling ‘sempurna’ dari kehidupan orang lain. Kita hanya melihat bagian terbaik yang ingin mereka tunjukkan, ibarat puncak gunung es yang indah, padahal di bawahnya mungkin ada tantangan atau perjuangan yang tidak terungkap.
Fenomena ini menimbulkan apa yang disebut “Fear of Missing Out” (FOMO), rasa cemas dan takut ketinggalan sesuatu. Kita merasa semua orang hidup lebih bahagia, lebih sukses, atau lebih beruntung dari kita. Padahal, yang kita lihat di layar hanyalah potongan-potongan kecil yang telah disaring dan dipercantik. Tanpa sadar, kita jadi korban dari ilusi kesempurnaan yang diciptakan oleh media sosial, dan ini bisa menguras energi, mental, serta kebahagiaan kita.
Syukur Ala Islam: Kunci Kedamaian Hati yang Abadi
Dalam Islam, syukur adalah salah satu pilar keimanan yang sangat ditekankan. Syukur berarti mengakui, menghargai, dan mensyukuri setiap nikmat yang Allah berikan, baik itu besar maupun kecil. Dengan bersyukur, hati kita akan dipenuhi dengan rasa cukup dan tenang, jauh dari perasaan iri atau kekurangan.
Definisi dan Pentingnya Syukur
Syukur bukan hanya mengucapkan “Alhamdulillah”, tapi juga diwujudkan dalam perbuatan. Kita menggunakaikmat yang diberikan Allah sesuai dengan kehendak-Nya. Ketika kita bersyukur, Allah berjanji akan menambah nikmat-Nya. Sebagaimana firman Allah SWT:
وَإِذْ تَأَذَّنَ رَبُّكُمْ لَئِن شَكَرْتُمْ لَأَزِيدَنَّكُمْ ۖ وَلَئِن كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيدٌ
“Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan: ‘Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih’.” (QS. Ibrahim: 7)
Ayat ini jelas menunjukkan bahwa syukur adalah jalan untuk mendapatkan lebih banyak kebaikan dan keberkahan dalam hidup. Sebaliknya, mengingkari nikmat (kufur nikmat) bisa mendatangkan azab.
Manfaat Syukur untuk Kedamaian Hati
- Menghilangkan Rasa Iri dan Dengki: Ketika kita fokus pada apa yang kita miliki, bukan pada apa yang orang lain punya, perasaan iri akan sirna. Kita sadar bahwa setiap orang memiliki rezeki dan ujiaya sendiri.
- Meningkatkan Kebahagiaan: Orang yang bersyukur lebih cenderung merasakan kebahagiaan, karena mereka selalu melihat sisi positif dari setiap keadaan dan menghargai hal-hal kecil.
- Mendatangkan Keberkahan: Dengan bersyukur, rezeki dan kehidupan kita akan terasa lebih berkah, tidak peduli seberapa banyak atau sedikit yang kita miliki.
- Menenangkan Jiwa: Hati yang bersyukur adalah hati yang tenang, jauh dari kecemasan dan kegelisahan. Ini sesuai dengan hadits Rasulullah SAW yang diriwayatkan oleh Imam Muslim:
“Sungguh menakjubkan urusan seorang mukmin, semua urusaya adalah baik baginya. Apabila ia mendapatkan kebaikan, ia bersyukur dan itu baik baginya. Dan apabila ia ditimpa keburukan, ia bersabar dan itu baik baginya.”
Baca juga ini : Redakan FOMO, Raih Kedamaian Hati dengan Qana’ah dan Syukur ala Muslim
Fokus pada Diri Sendiri (Muhasabah): Jalan Menuju Kebahagiaan Sejati
Selain bersyukur, kunci lain untuk meraih kedamaian hati adalah dengan fokus pada diri sendiri, dalam konteks Islam dikenal dengan istilah muhasabah. Muhasabah adalah introspeksi diri, mengevaluasi perbuatan, niat, dan akhlak kita setiap hari. Ini bukan tentang membandingkan diri dengan orang lain, melainkan membandingkan diri kita hari ini dengan diri kita di masa lalu, dengan tujuan untuk terus menjadi pribadi yang lebih baik.
Pentingnya Muhasabah dalam Islam
Rasulullah SAW bersabda:
“Orang yang cerdas adalah yang mengoreksi dirinya sendiri dan beramal untuk kehidupan setelah mati. Sementara orang yang lemah adalah yang mengikuti hawa nafsunya dan berangan-angan kosong kepada Allah.” (HR. Tirmidzi)
Hadits ini menunjukkan pentingnya muhasabah sebagai tanda kecerdasan seorang mukmin. Dengan muhasabah, kita tidak akan terjebak dalam pusaran perbandingan yang tidak produktif, tapi justru fokus pada pertumbuhan dan perbaikan diri.
Tips Praktis untuk Muhasabah dan Fokus pada Diri Sendiri
- Batasi Penggunaan Media Sosial: Alokasikan waktu khusus untuk media sosial dan patuhi batasan itu. Gunakan waktu luang untuk hal-hal yang lebih bermanfaat, seperti membaca buku, beribadah, atau berinteraksi langsung dengan keluarga.
- Kembangkan Hobi dan Potensi Diri: Alihkan energi dari membandingkan diri ke mengembangkan bakat atau minat Anda. Ketika kita sibuk dengan hal positif yang kita cintai, kita tidak punya waktu untuk merasa iri.
- Cari Ilmu dan Tingkatkan Kualitas Diri: Teruslah belajar dan memperbaiki diri, baik dalam urusan dunia maupun akhirat. Fokus pada peningkatan kualitas diri akan membawa kepuasan batin yang jauh lebih besar daripada sekadar mengikuti tren di media sosial.
- Latih Mindfulness dan Kesadaran Diri: Sadari apa yang Anda rasakan dan pikirkan. Ketika muncul perasaan iri atau tidak puas, segera identifikasi dan kembalikan fokus pada nikmat yang sudah Allah berikan.
- Jalankan Ibadah dengan Khusyuk: Sholat, membaca Al-Qur’an, dan berdzikir adalah penenang jiwa terbaik. Dengan mendekatkan diri kepada Allah, hati akan terasa lebih lapang dan damai.
Dengan fokus pada muhasabah, kita akan menyadari bahwa kebahagiaan sejati bukanlah terletak pada memiliki apa yang orang lain miliki, tapi pada pertumbuhan diri, ketenangan batin, dan ridha Allah SWT. Ini adalah kebahagiaan yang tidak akan bisa digoyahkan oleh tren atau postingan di media sosial manapun.
Baca juga ini : Jiwa yang Tenang, Hati yang Damai: Mengurai Stigma Kesehatan Mental dalam Perspektif Islam
Menghindari Penyakit Hati: Iri dan Dengki
Perbandingan yang berlebihan di media sosial seringkali menjadi pintu gerbang bagi penyakit hati seperti iri (hasad) dan dengki. Dalam Islam, hasad adalah penyakit hati yang sangat berbahaya dan bisa menghapus pahala kebaikan, sebagaimana sabda Rasulullah SAW:
“Jauhilah hasad (iri hati), karena hasad itu memakan kebaikan sebagaimana api memakan kayu bakar.” (HR. Abu Daud)
Untuk menghindari penyakit hati ini, kita perlu terus memupuk rasa syukur dan qana’ah (merasa cukup dengan apa yang Allah berikan). Sadari bahwa Allah Maha Adil dalam membagi rezeki dan karunia-Nya. Setiap orang memiliki porsi dan ujiaya sendiri. Daripada menghabiskan waktu dengan iri pada orang lain, lebih baik kita mendoakan kebaikan untuk mereka dan fokus pada perbaikan diri kita sendiri.
Kedamaian hati dan kebahagiaan sejati tidak akan kita temukan di balik layar media sosial yang penuh dengan perbandingan dan ilusi kesempurnaan. Keduanya ada dalam diri kita sendiri, saat kita memilih untuk bersyukur atas segala nikmat, berintrospeksi untuk terus memperbaiki diri, dan fokus pada perjalanan hidup kita sendiri sesuai dengan ajaran Islam. Mari kita jadikan media sosial sebagai alat untuk kebaikan dan silaturahmi, bukan sebagai pemicu keresahan dan perbandingan yang merugikan. Dengan begitu, kita bisa hidup lebih tenang, damai, dan bahagia, sesuai dengan fitrah seorang muslim.
