Menjelang datangnya bulan suci Ramadan, suasana di berbagai pelosok Nusantara mulai terasa berbeda. Ada semacam getaran spiritual yang menyelimuti, mempersiapkan diri menyambut bulan penuh ampunan dan keberkahan. Salah satu tradisi yang kerap dijumpai di masyarakat kita adalah Ruwahan. Tradisi ini, yang memiliki akar kuat dalam budaya dan agama, menjadi momen penting bagi banyak keluarga untuk membersihkan hati dan jiwa, serta menjalin kembali silaturahmi, sebagai bekal menyambut Ramadan.
Ruwahan, yang secara etimologis berasal dari kata “arwah” (roh atau jiwa), adalah tradisi yang biasanya dilaksanakan pada bulan Sya’ban, satu bulan sebelum Ramadan. Inti dari Ruwahan adalah mengingat orang-orang yang telah meninggal dunia, mendoakan mereka, serta melakukan berbagai amalan baik laiya. Lebih dari sekadar ritual, Ruwahan merupakan jembatan spiritual yang menghubungkan kita dengan masa lalu, mengingatkan kita akan hakikat kehidupan, dan mendorong kita untuk mempersiapkan diri menghadapi masa depan yang kekal.
Makna Ziarah Kubur: Mengingat Kematian dan Mendoakan
Bagian tak terpisahkan dari tradisi Ruwahan adalah ziarah kubur. Kunjungan ke makam para leluhur atau keluarga yang telah tiada ini bukan sekadar kunjungan fisik, melainkan sebuah perjalanan batin yang mendalam. Saat berada di pemakaman, kita diajak untuk merenung, mengingat bahwa setiap yang bernyawa pasti akan merasakan kematian. Ini adalah pengingat penting akan kefanaan dunia dan urgensi untuk mempersiapkan bekal di akhirat.
Dalam ajaran Islam, ziarah kubur memiliki anjuran dan hikmah yang besar. Rasulullah ﷺ bersabda:
“Dulu aku melarang kalian berziarah kubur, namun sekarang berziarahlah karena ziarah kubur itu dapat mengingatkan pada akhirat.” (HR. Muslim)
Hadis ini menunjukkan bahwa ziarah kubur bukanlah kegiatan yang dilarang, melainkan dianjurkan karena membawa manfaat spiritual, yaitu mengingatkan kita pada kematian dan kehidupan setelahnya. Dengan mengingat kematian, kita diharapkan semakin termotivasi untuk memperbanyak amal ibadah, bertaubat dari dosa, dan menjalani hidup dengan lebih bermakna.
Selain sebagai pengingat kematian, ziarah kubur juga menjadi momen untuk mendoakan ahli kubur. Doa yang tulus dari seorang yang masih hidup diyakini dapat meringankan atau bahkan mengangkat derajat orang yang telah meninggal. Hal ini sejalan dengan firman Allah SWT dalam Al-Qur’an:
“Dan orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Ansar), mereka berdoa, ‘Ya Tuhan kami, ampunilah kami dan saudara-saudara kami yang telah mendahului kami dengan membawa iman, dan janganlah Engkau jadikan dalam hati kami kedengkian terhadap orang-orang yang beriman. Ya Tuhan kami, sungguh Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang.'” (QS. Al-Hasyr: 10)
Ayat ini menegaskan pentingnya mendoakan sesama Muslim, termasuk mereka yang telah berpulang. Melalui ziarah, kita menunaikan hak mereka yang telah wafat untuk didoakan, sekaligus mempererat ikatan batin yang tak terputus oleh kematian.
Baca juga ini : Persiapan Spiritual Menjelang Kematian: Meraih Husnul Khatimah dan Kebahagiaan Abadi
Doa Bersama dan Kenduri: Menguatkan Ikatan Sosial dan Memohon Berkah
Aspek lain yang tak kalah penting dalam tradisi Ruwahan adalah doa bersama, seringkali diikuti dengan kenduri atau makan-makan bersama. Kegiatan ini biasanya diadakan di rumah, masjid, atau mushala, mengumpulkan sanak saudara, tetangga, dan masyarakat sekitar. Dalam momen ini, mereka bersama-sama membaca tahlil, istighfar, dan melantunkan doa-doa untuk para arwah serta memohon keberkahan untuk yang masih hidup.
Doa bersama memiliki kekuatan luar biasa dalam menguatkan ikatan sosial. Kebersamaan dalam berdoa dan berbagi makanan menciptakan rasa persatuan, solidaritas, dan kepedulian antar sesama. Rasulullah ﷺ sangat menganjurkan umatnya untuk saling mendoakan dan berkumpul dalam kebaikan. Dalam sebuah hadis, disebutkan:
“Tidaklah suatu kaum berkumpul di salah satu rumah Allah (masjid), mereka membaca Kitabullah (Al-Qur’an) dan mempelajarinya di antara mereka, melainkan ketenangan akan turun kepada mereka, rahmat akan menyelimuti mereka, para malaikat akan mengelilingi mereka, dan Allah akan menyebut mereka di antara (malaikat-malaikat) di sisi-Nya.” (HR. Muslim)
Meskipun hadis ini secara spesifik menyebut masjid dan membaca Al-Qur’an, esensinya, yaitu berkumpul dalam rangka beribadah dan kebaikan, sangat relevan dengan semangat doa bersama dalam Ruwahan. Ketenangan, rahmat, dan keberkahan diharapkan turun atas mereka yang berkumpul dengaiat tulus beribadah dan mendoakan.
Kenduri, atau berbagi makanan, juga merupakan wujud syukur dan sedekah. Dalam Islam, memberi makan adalah amalan yang sangat dianjurkan dan memiliki pahala besar. Ini tidak hanya memenuhi kebutuhan jasmani, tetapi juga mengikat hati, menghapus kesenjangan, dan menyebarkan kebahagiaan. Makanan yang disajikan dalam kenduri seringkali merupakan hasil patungan atau sumbangan dari berbagai keluarga, mencerminkan semangat gotong royong dan kebersamaan.
Ruwahan sebagai Persiapan Spiritual Menjelang Ramadan
Secara keseluruhan, Ruwahan berfungsi sebagai persiapan spiritual yang komprehensif menjelang datangnya Ramadan. Tradisi ini mengajak kita untuk:
- Mengingat Kematian: Dengan ziarah kubur, kita diingatkan akan hakikat kehidupan dunia yang sementara. Ini mendorong kita untuk lebih serius dalam beribadah dan memanfaatkan sisa umur sebaik-baiknya, terutama di bulan Ramadan yang penuh ampunan.
- Membersihkan Hati: Momen doa bersama dan berkumpul dengan sesama dapat menjadi sarana untuk membersihkan hati dari dendam, iri, dan prasangka. Dengan hati yang bersih, kita bisa memasuki Ramadan dengan lebih khusyuk dan fokus pada ibadah.
- Memperkuat Silaturahmi: Pertemuan dalam Ruwahan menguatkan tali persaudaraan. Ramadan adalah bulan yang juga menekankan pentingnya silaturahmi, dan Ruwahan menjadi pemanasan yang baik untuk mempererat hubungan dengan keluarga dan tetangga.
- Memperbanyak Amal Saleh: Kegiatan seperti mendoakan orang meninggal, bersedekah melalui kenduri, dan berzikir bersama adalah amal-amal saleh yang dapat menambah bekal kita. Ini adalah latihan spiritual untuk menyambut Ramadan dengan semangat beribadah yang tinggi.
Penting untuk diingat bahwa dalam menjalankan tradisi Ruwahan, kita harus tetap berpegang pada ajaran Islam yang murni. Hindari praktik-praktik yang mengarah pada syirik atau bid’ah yang tidak memiliki dasar dalam Al-Qur’an dan Suah Rasulullah ﷺ. Inti dari Ruwahan adalah kebaikan, doa, dan silaturahmi, bukan pada hal-hal mistis atau berlebihan.
Baca juga ini : Tazkiyatuafs: Membersihkan Jiwa, Meraih Ketenangan dan Kedekatan Ilahi
Menyambut Ramadan dengan Hati Bersih dan Jiwa Tenang
Melalui tradisi Ruwahan, kita diajak untuk sejenak berhenti dari hiruk pikuk dunia, menoleh ke belakang untuk mendoakan, dan menatap ke depan dengan harapan. Ini adalah jeda yang bermakna, sebuah langkah awal untuk membersihkan jiwa dan raga dari kotoran-kotoran duniawi, agar kita siap menyambut bulan Ramadan dengan hati yang lapang dan ikhlas. Dengan demikian, ibadah puasa, shalat tarawih, tadarus Al-Qur’an, dan berbagai amal kebaikan laiya dapat kita laksanakan dengan penuh kekhusyukan dan mendapatkan pahala yang berlimpah dari Allah SWT.
Semoga tradisi Ruwahan ini senantiasa menjadi pengingat bagi kita semua akan pentingnya persiapan spiritual, silaturahmi, dan kepedulian sosial, sehingga kita bisa menjadi pribadi yang lebih baik, tidak hanya di bulan Ramadan, tetapi juga di setiap helaaapas kehidupan.
