Share
1

Mengukir Makna Idul Fitri: Inspirasi dari Tradisi Nabi dan Sahabat untuk Ibadah Penuh Kebersamaan

by Darul Asyraf · 26 September 2025

Idul Fitri. Mendengar namanya saja sudah terbayang suasana kebahagiaan, keceriaan, dan kehangatan berkumpul bersama keluarga. Bagi umat Muslim di seluruh dunia, Idul Fitri adalah puncak kemenangan setelah sebulan penuh berpuasa di bulan Ramadan. Namun, tahukah Anda bagaimana perayaan Idul Fitri di masa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya? Jauh dari hingar bingar kemewahan, Idul Fitri pada zaman itu adalah perayaan yang sederhana namun penuh makna, sarat dengan ibadah, syukur, dan kebersamaan yang mendalam.

Mari kita selami lebih dalam tradisi Idul Fitri yang telah dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW dan para sahabatnya. Dengan meneladani semangat mereka, kita bisa menjadikan perayaan Idul Fitri kita lebih dari sekadar tradisi tahunan, tapi juga ladang pahala dan peningkatan kualitas diri.

Semangat Idul Fitri di Masa Rasulullah: Antara Syukur dan Kemenangan

Idul Fitri pertama kali dirayakan setelah umat Muslim berhasil menyelesaikan puasa Ramadan di tahun kedua Hijriyah. Sejak saat itu, perayaan ini menjadi momen penting yang ditunggu-tunggu. Bukan hanya karena berakhirnya puasa, tapi juga sebagai wujud syukur kepada Allah SWT atas segala nikmat dan kekuatan yang diberikan selama Ramadan. Rasulullah SAW dan para sahabat menyambutnya dengan hati gembira, namun kegembiraan itu tidaklah berlebihan, melainkan terbingkai dalam ketaatan dan kesyukuran.

Kegembiraan di Hari Raya adalah bagian dari syariat. Rasulullah SAW bersabda: “Bagi orang yang berpuasa ada dua kegembiraan: kegembiraan ketika berbuka puasa dan kegembiraan ketika bertemu dengan Rabbnya.” (HR. Bukhari dan Muslim). Kegembiraan ini diwujudkan dengan cara-cara yang sesuai tuntunan agama, bukan dengan foya-foya, melainkan dengan memperbanyak takbir, tahmid, dan tahlil.

Persiapan dan Amalan Suah Menyambut Hari Kemenangan

Menjelang Idul Fitri, ada beberapa persiapan dan amalan suah yang sangat dianjurkan, dan ini telah dipraktikkan sejak zamaabi:

  • Mandi Besar (Ghusl): Sebelum berangkat shalat Id, disuahkan untuk mandi besar agar tubuh bersih dan segar. Ini menunjukkan penghormatan kita terhadap hari yang mulia.
  • Memakai Pakaian Terbaik: Rasulullah SAW menganjurkan umatnya untuk mengenakan pakaian terbaik, bukan berarti harus baru atau mewah, melainkan bersih, rapi, dan menutup aurat.
  • Makan Sebelum Shalat Idul Fitri: Berbeda dengan Idul Adha, pada Idul Fitri disuahkan untuk makan atau minum sedikit sebelum berangkat shalat. Ini sebagai tanda bahwa hari itu tidak lagi berpuasa. Rasulullah SAW tidak keluar pada hari Idul Fitri sehingga beliau makan beberapa kurma. (HR. Bukhari).
  • Memperbanyak Takbir: Sejak terbenam matahari di malam Idul Fitri hingga imam naik mimbar untuk khutbah, umat Muslim dianjurkan untuk memperbanyak takbir: Allahu Akbar, Allahu Akbar, Laa Ilaaha Illallah Wallahu Akbar, Allahu Akbar Walillahil Hamd.

Baca juga ini : Jaga Semangat Ibadahmu: Tetap Istiqamah dengan Amalan Suah di Bulan Syawal

Pelaksanaan Shalat Id: Kebersamaan di Tanah Lapang

Shalat Idul Fitri di masa Rasulullah SAW dilaksanakan di tanah lapang (Mushalla), bukan di dalam masjid. Ini bertujuan agar lebih banyak umat Muslim bisa berkumpul dan merasakan kebersamaan dalam menunaikan ibadah. Para sahabat, bahkan anak-anak dan wanita haid, juga turut serta ke tanah lapang, meskipun wanita haid hanya mendengarkan khutbah dan tidak ikut shalat.

Shalat Idul Fitri terdiri dari dua rakaat tanpa adzan dan iqamah. Setelah shalat, Rasulullah SAW akan menyampaikan khutbah. Khutbah ini bukan sekadar ceramah biasa, tapi berisi nasihat, pengingat akan pentingnya ketakwaan, serta anjuran untuk bersedekah dan menjaga silaturahmi. Dalam sebuah hadits, Ummu Athiyah radhiyallahu ‘anha berkata, “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan kami untuk mengeluarkan para wanita pada hari Idul Fitri dan Idul Adha, termasuk gadis-gadis dan wanita haid. Adapun wanita haid, mereka menjauhi tempat shalat, namun menyaksikan kebaikan dan dakwah kaum Muslimin.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Silaturahmi dan Kebersamaan yang Menguatkan Ukhuwah

Setelah shalat dan khutbah Id, momen yang paling ditunggu adalah saling bermaaf-maafan dan silaturahmi. Para sahabat akan saling mengunjungi, mengucapkan selamat Idul Fitri, dan mendoakan kebaikan satu sama lain. Tradisi ini menguatkan tali persaudaraan (ukhuwah islamiyah) di antara mereka. Saling memaafkan adalah bagian penting dari perayaan ini, membersihkan hati dari dendam dan permusuhan yang mungkin terjadi selama setahun. Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an:

“Sesungguhnya orang-orang mukmin itu bersaudara. Karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu dan bertakwalah kepada Allah, agar kamu mendapat rahmat.” (QS. Al-Hujurat: 10).

Silaturahmi bukan hanya dengan keluarga terdekat, tapi juga dengan tetangga, kerabat jauh, dan sahabat. Ini adalah kesempatan untuk mempererat hubungan, saling berbagi kebahagiaan, dan menunjukkan kepedulian. Ini juga menjadi momen untuk saling mendoakan, “Taqabbalallahu mia wa minkum” (Semoga Allah menerima amal ibadah kami dan amal ibadah kalian).

Baca juga ini : Meneladani Rasulullah SAW dalam Merajut Persatuan Umat: Kiat Menyelesaikan Konflik Dakwah dan Menghindari Perpecahan

Zakat Fitrah dan Kepedulian Sosial

Salah satu inti dari perayaan Idul Fitri adalah Zakat Fitrah. Kewajiban ini harus ditunaikan sebelum shalat Idul Fitri. Tujuaya sangat mulia, yaitu membersihkan jiwa orang yang berpuasa dari perkataan sia-sia dan kotor, serta sebagai makanan bagi orang-orang miskin agar mereka juga bisa ikut bergembira di hari raya. Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma berkata:

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mewajibkan zakat fitrah satu sha’ kurma atau satu sha’ gandum atas setiap muslim yang merdeka maupun budak, laki-laki maupun perempuan, kecil maupun besar. Dan beliau memerintahkan agar ditunaikan sebelum orang-orang keluar menunaikan shalat Id.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Ini menunjukkan betapa Islam sangat menjunjung tinggi kepedulian sosial. Kebahagiaan Idul Fitri harus dirasakan oleh semua lapisan masyarakat, termasuk mereka yang kurang mampu. Dengan Zakat Fitrah, jurang antara si kaya dan si miskin sedikit terperkecil, dan semangat berbagi tumbuh subur.

Hikmah dan Teladan yang Abadi

Dari tradisi Idul Fitri di zaman Rasulullah SAW dan para sahabat, kita bisa memetik banyak pelajaran berharga. Idul Fitri adalah waktu untuk memperbarui niat, memperkuat iman, dan memperbaiki hubungan dengan sesama. Ini adalah perayaan kemenangan atas hawa nafsu selama Ramadan, bukan kemenangan yang membuat kita sombong, tapi kemenangan yang membimbing kita pada kerendahan hati dan peningkatan kualitas ibadah.

Sederhana, khusyuk, penuh syukur, dan mengedepankan kebersamaan serta kepedulian sosial. Itulah esensi Idul Fitri yang sesungguhnya. Mari kita jadikailai-nilai luhur ini sebagai inspirasi dalam merayakan Idul Fitri di masa kini, sehingga hari raya kita tidak hanya menjadi momen pesta, tetapi juga ibadah yang mendalam dan bermakna.

You may also like